“Jujur aja sama aku kalo kamu beneran pacaran sama dia, aku gak apa-apa kok.”
Kira menatapnya lemah dengan sesak di dada. Kira mengharapkan jawaban yang tak menjatuhkannya, namun Kira ingin sahabatnya ini berkata jujur padanya. Risa membalas tatapan Kira, dengan raut wajah datar di baluti resah yang entah Kira tahu apa artinya.
“Kira .. maafin aku yah, aku … “ kalimat Risa terpotong, teritinggal di tenggorokan.
Kira kembali menatap Risa dengan air mata yang tergantung di ujung kantung matanya.
“Aku .. emang pacaran sama Adri. Maaf yah kira.”
Seketika itu, air mata yang sudah di ujung kantung mata kini tak dapat lagi di bendung oleh Kira. Hatinya remuk mendengar kalimat yang baru saja menghampiri gendang telinganya. Tubuhnya melemas seketika di tempat. Jemari lembutnya meremas kecewa yang mendalam. Otaknya membeku sesaat setelah mencerna jawaban dari sahabatnya itu. Bagaimana tidak, Risa yang selama ini menjadi sahabat yang setia mendengarkan curahan isi hatinya menusuknya dari belakang. Risa yang selalu Kira percaya untuk menyimpan perasaannya terhadap Adri, kini mengambilnya tanpa permisi. Risa selalu mendorong Kira dengan kata-kata yang membangun agar Kira tak lagi bersedih memikirkan Adri. Namun ingatan itu seolah lenyap di otak Kira. Ingatan akan momen indahnya bersama Risa sahabat terbaiknya kini sirna tertimpa kecewa. Tak ada yang bisa Kira lakukan. Terdiam. Memendam amarah yang sejak tadi terkumpul di benaknya.
“Iya gak apa-apa kok. Aku seneng kalo kamu cewe yang jadi pilihan hatinya. Aku gak apa-apa, aku bakal dukung hubungan kalian kok. Selamat yah Risa.”
Dengan senyum penuh dusta Kira menyampaikan keikut sertaannya dalam kebahagiaan Risa. Sesungguhnya lidahnya tak ingin bergerak. Tak ingin mengucapkan sepatah kata pun lagi untuk Risa. Kira sakit, amat sakit. Sahabat yang ia percayai, sudah tak lagi menghargainya. Risa berlalu membawa segudang bekal cerita yang Kira tumpahkan padanya.
Kira memutar tubuhnya. Ia berjalan menelusuri lekukan tembok yang memanjang. Menjauhi Risa yang memandangi punggungnya yang semakin hilang. Mencoba menutupi tangis yang semakin deras membasahi pipinya yang mulus. Bibirnya yang merah kini berubah menjadi kelu. Desahan suara tangis yang ia tahan kini terdengar begitu amat menyedihkan. Jemari lentiknya gemetar, meremas lembut tubuhnya yang terasa kehilangan kendali.
Kira terhenti sejenak. Mengingat segala kenangan indahnya bersama Adri. Mantan kekasihnya yang ia nanti selama ini, menghianati janji mereka yang telah mereka buat kala itu. Tidak ada yang menginginkan mereka berpisah. Bukan Kira, bukan pula Adri. Jarak bukanlah penghalang bagi mereka memadu kasih. Orang ketiga pun di rasa tak ada dalam hubungan mereka. Kira dan Adri saling memahami satu sama lain, mereka sejalan walaupun terkadang ada hal yang membuat mereka goyah. Namun nampaknya semua itu dapat di atasi dengan amat baik oleh mereka. Lalu apa? Apa penyebab mereka berpisah? Jika tak ada badai yang melintang kenapa harus ada tangis yang yang begitu besar dalam perjalanan ini? Semuanya baik-baik saja bukan?
Iya. Semuanya memang baik-baik saja. Kira yang hampir satu tahun menunggu Adri kembali, masih tetap teguh menggenggam segudang janji mereka. Masih tetap percaya bahwa suatu saat mereka akan saling bersitatap langsung, menjalin kasih tanpa ada hujan melintasi pipi. Iya, hujan itu air mata.
Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk di lupakan. Dua tahun Kira dan Adri saling berbagi. Segala duka dan suka mereka padu bersama. Tak ada yang menangis sendiri tak ada pula yang tertawa sendiri. Semuanya indah tanpa beban.
Semakin jelas ingatan itu di kepala Kira. Tangis pun semakin terdengar keras di tempat ia menyandarkan tubuhnya. Tak ada yang Kira katakan. Hanya teriakan yang menggema yang dapat ia luapkan. Jantungnya hancur. Sakit di dada terasa semakin mencekam. Penantiannya selama ratusan hari berakhir keji. Janji yang mereka buat seakan musnah tertelan hianat.
Beberapa bulan lalu, tepatnya hari ulang tahun Kira yang ke 17. Hari dimana usianya genap usia dewasa, Adri menjanjikan sesuatu pada Kira. Adri berjanji akan ada di saat Kira berumur 17. Adri berjanji akan menemani hari kedewasaannya itu sepenuhnya, untuk membahagiakannya. Apapun yang Kira mau akan Adri penuhi semampunya. Dan Adri pun berjanji akan memberikan hadiah yang sederhana namun dapat Kira kenang selama hidupnya. Sontak Kira berbinar mendengar semua janji yang Adri sampaikan. Hingga membuat Kira tak sabar akan hari yang di tunggunya itu. hampir setiap hari Kira membayangkan kebahagiaan yang akan terjadi di hari ulang tahunnya. Ia mendambakan keindahan yang tak ada banding dari kebahagiaan yang pernah ia alami sebelumnya. Laki-laki yang amat ia cintai menemaninya menyongsong usia dewasa. Tersenyum manja Kira membayangkan hal indah itu di setiap malamnya. Sambil memandangin foto Adri yang menghiasi screen handphone miliknya.
Tepat jam 24.00 tanggal 28 Juli terdengar suara dering handphone Kira. Kira yang semula tertidur lelap terbangun oleh getaran handphone di sampingnya. Dengan sigap Kira meraba-raba sekeliling kasur yang ia tiduri. Dengan mata yang menyipit Kira mencoba membuka sebuah voicenote dari kekasihnya, Adri.
“Happy Birthday to you .. Happy Birthday to you ..
Happy Birthday, Happy Birthday
Happy Birthday Kira ..”
Sepenggal lagu ulang tahun terdengar begitu merdu di telinga Kira. Lantunan nada indah yang memanjakan gendang telinga Kira membuatnya tersenyum haru. Iya, Adri memang sosok laki-laki yang amat romantis. Dengan segala kesederhanaannya Adri mampu membuat Kira bahagia. Seketika Kira bangun dari telentangnya dan mulai meneteskan air mata haru. Sungguh malam yang indah. Malam dimana usia Kira bertambah dewasa. Malam dimana Kira untuk pertama kalinya mendengar lantunan lagu yang singkat namun mengandung makna yang begitu luar biasa untuknya. malam dimana bintang ikut menyaksikan kebahagiaan Kira kala itu. Senyum terus menyimpul di bibir Kira. Entah apa yang harus ia katakan malam itu. Kira merasa menjadi wanita paling bahagia malam itu. tak ada lagi pinta yang tersimpan di benaknya, hanya keabadian yang kini ia harapkan.
“Kamu kenapa nangis?” suara lembut Adri menyentuh telinga Kira.
“Makasih yah ..” Segurat senyum kembali menghiasi wajah cantik Kira. “Ini kado paling indah yang pernah aku dapetin. Aku gak pernah sebahagia ini. Adri ..” Suara Kira terpotong, tertinggal di tenggorokannya. “Adri .. Aku sayang kamu.” Sepenggal kalimat keluar dari bibir merah Kira. mengiringi kebahagiaan yang ia alami malam itu.
“Jangan nangis Kira. ini kan hari bahagia kamu. Kamu udah dewasa. Aku gak mau ada tangis hari ini. Aku mau kamu senyum, dan aku yang bakal buat kamu senyum hari ini. Aku .. Aku selalu sayang kamu Kira, jangan khawatir.”
Desah suara Adri mampu membuat hati Kira membeku seketika. Untaian katanya mampu menyejukan benak Kira. Ini kebahagiaan yang luar biasa baginya. Kebahagiaan awal di hari ulang tahunnya.
Kicauan burung membangunkan Kira dari tidur lelapnya. Seberkas sinar matahari menyentuh manja pipi Kira yang lembut. Cuaca pagi itu sangat cerah. Secerah perasaan Kira yang menyambut pagi di hari ulang tahunnya. Hari itu Adri mengajak Kira untuk makan malam di suatu tempat. Adri berencana memberikan sebuah pesta sederhana untuk Kira, wanita yang amat ia cintai. Tepat seminggu lalu Adri mendapatkan gaji pertamanya. Bayaran untuk hasil kerja kerasnya sebagai seorang reporter. Usia Adri dan Kira terpaut 5 tahun. Namun semua itu bukan menjadi penghalang yang besar untuk hubungan cinta mereka. Justru menjadi pelajaran bagi mereka untuk saling memahami dan saling mengajarkan satu sama lain. Adri membelikan sesuatu yang sederhana untuk Kira dari uang hasil kerja kerasnya. Tak banyak uang yang Adri peroleh karna masih banyak kebutuhan yang harus ia penuhi untuk keluarganya yang sedang tertimpa musibah. Namun Adri berusaha semampunya untuk membahagiakan wanita pujaannya, Kira. Adri ingin hari itu menjadi hari paling bahagia untuk Kira.
Hentakan kaki mulai terdengar jelas di telinga Adri. Rambut panjang terurai indah. Wajah cantik nan mempesona yang Adri kenali mulai mendekat padanya. Gaun putih begitu nyata elegan di tubuh Kira, membuat lekukan tubuhnya terlihat jelas dimata Adri. Bukan main Adri terpana melihat sosok Kira yang luar biasa cantik. Sempat sulit menelan ludah kala melihat Kira yang sesekali menyelipkan seuntai rambutnya yang jatuh.
Kira terhenti dari langkahnya yang mulai dekat dengan Adri. Matanya melebar melihat sebatang lilin yang menyala terang mengiasi meja yang berada di depannya. Mulutnya sedikit terbuka melihat sekeliling ruangan yang dipenuhi ratusan lilin. Lilin-lilin cantik itu Adri buat menyimpul bentuk hati. Dengan meja yang tepat di letakan di tengah kumpulan benderangnya cahaya lilin.
“Adri .. ini .. ini ..” Suara Kira mendesak di dada. Dengan raut heran terpeta jelas di wajah Kira.
“Kenapa Kira? Maaf yah aku Cuma bisa bikin ini buat kamu. Sini aku bantu kamu duduk.”
Naluri Adri terlihat jelas malam itu. dengan sigap ia menarik kursi untuk Kira duduk. Namun Kira masih dengan mata yang terbelalak menyapu seluruh taman yang berubah menjadi surga cahaya lilin. Tak ingin menyia-nyiakan waktu lebih lama lagi, Adri mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah muda. Wajah Kira kembali penuh tanya. Dan matanya kembali melebar ketika Adri membuka sebuah kotak yang ia bawa.
“Ini kado ulang tahun buat kamu. Aku Cuma bisa ngasih ini, maaf yah Kira. aku harap kamu mau nerima ini, walaupun gak seberapa tapi aku tau kamu selalu neghargain pemberian dari aku. Aku gak sehebat cowo lain, aku juga gak seromantis pujangga. Tapi kesederhanaan ini aku harap bisa kamu kenang selama hidup kamu.”
Mata Adri terlihat tulus menatap Kira. Adri melingkarkan Sebuah gelang di tangan Kira. gelang yang Adri desain sendiri. Gelang yang Adri beli hasil uang kerja kerasnya. Gelang yang Adri harap akan selalu melingkar di lengan mulus Kira. Gelang yang akan menemani Kira ketika Adri tak ada disampingnya.
“Adri .. kamu tau gak .. kamu itu hebat, kamu hebat karna berani tampil sederhana. Kamu laki-laki terhebat yang pernah aku punya. Makasih banyak yah Dri.”
Kira memeluk Adri dengan erat. Matanya kembali berkaca-kaca oleh kebahagiaan ini. Banyak yang ingin KIra ungkapka untuk Adri. Namun Adri cukup paham rasanya untuk mencerna bahasa tubuh Kira yang mulai melunglai. Adri menghapus air mata Kira yang jatuh di pipi lembutnya. Dengan senyum sebagai isyarat bahagia menyimpul jelas di wajah mereka berdua. Malam itu berlalu sangat indah. Di temai ratusan lilin yang ikut menjadi saksi kebahagiaan mereka berdua, kebahagiaan Adri dan Kira.
Sesampainya dirumah, Kira masih degan senyum yang mambaluti wajahnya. Namun nampaknya senyum itu akan berubah menjadi air mata. Ayah kira yang menunggangkan kedua lenganya dipinggang terlihat marah dari kejauhan. Dengan perasaan penuh khawatir mulai membanjiri hatinya, Kira pun memberanikan diri utnuk masuk kerumah.
“Darimana kamu?!” Suara ayah Kira begitu menggelegar menggema ruangan. “Dari manaaa?!!”
“Kira .. Kira baru dari luar pah. Habis main sama temen Kira.” suara getir Kira mulai memanik.
“Udah bisa bohong yah kamu sama papah? Habis darimana kamu sama Adri? Papah kan udah bilang berkali-kali sama kamu, jangan pernah berhubungan sama dia. Kamu gak denger omongan papah yah?! Ini apa? Hah?!!” Ayahnya meraih lengan Kira. lengan yang terlilit gelang indah pemberian Adri. Dengan paksa ayah Kira melepas gelang itu dari lengan Kira. dan lenyaplah sudah benda cantik yang menghiasi lengan Kira.
“Harus papah kasih pelajaran laki-laki itu!” tanpa basa-basi ayah Kira bergegas pergi menemui Adri. Dilewatinya Kira tanpa menoleh sedikitpun padanya. “Pah jangan pah! Jangan lukain Adri pah! Adri laki-laki baik, papah harus percaya sama Kira!” Kira mulai menangis. Air matanya kini jatuh lagi. Bukan bahagia yang terkandung dalam air matanya melainkan kesedihan. Kira berulang kali mencoba menarik lengan ayahnya, namun ayah Kira menyentakan tangannya dan mengabaika genggaman Kira. Ibu Kira yang sedari tadi memandangi ayah Kira guram memanas, ia pun menyeret Kira untuk masuk ke dalam.
“Mah, jangan lukain Adri mah. Kira sayang sama Adri.” Lirih suara Kira begitu terdengar miris. Kira berlutut di bawah kaki ibunya, memohon belas kasih agar ayahnya tak melukai Adri kekasih yang amat ia cintai. Namun apa daya. Ibu Kira pun nampaknya tak menyetujui hubungan mereka. Ibu Kira diam seribu bahasa tanpa menjawab gumam lirih tangis Kira yang semakin menyesak. Tak ada yang dapat Kira lakukan. Tubuhnya melemas. Jemarinya bergetar penuh rasa takut. Takut akan laki-laki yang amat ia sayangi terluka. Wajahnya memandang resah ke pekarangan rumah.
Gaun cantik yang ia gunakan mulai basah terguyur air matanya. Bibir yang semula merona berubah kelu seketika. Langkahnya terseret-seret menuju kamar, ibunya terus menuntunya dengan paksa. Ingin sekali Kira berlari namun lemas yang membanjiri tubuhnya nampaknya sudah terlalu kuat menguasai tenaganya. Kira pun bersandar dibalik pintu kamarnya. Duduk lemah tak berdaya. Dengan air mata yang tak henti membasahi pipinya. Jemarinya yang manis meremas tubuhnya sendiri dalam pelukannya. Kecewa manguasai menghujam Kira. Gelang yang terlilit di lengan indah Kira kini lenyap. Hilang. Entah apa yang akan ayah Kira lakukan pada benda cantik itu. hadiah terindah di hari ulang tahunnya kini musnah ditangan orang yang paling ia sayangi, ayahnya.
“Ya Tuhaaaaaan …… “ Hanya luapan teriak yang dapat keluar dari mulut kelunya.
Layaknya bangun dari mimpi yang indah. Baru saja Kira merasakan kebahagiaan yang begitu nyata. Namun kini semuanya seolah hilang tertelan waktu.
Hampir berjam-jam Kira menangis dalam sandarannya. Menunggu kabar baik yang akan menenangkan hatinya. ‘Aku baik-baik saja’ yang sangat ingin Kira dengar. Suara Adri yang mampu menghilangkan gundah yang Kira alami. Resah mulai tak terkendali. Kira memejamkan matanya untuk sekedar menenangkan diri dari tangisnya.
Sementara itu, ayahnya yang tiba di kediaman Adri menggedor pintu rumah Adri dengan menggebu-gebu. Suara yang begitu keras terdengar jelas hingga kejauhan. Dengan gelang yang ia lepas dari tangan kira di genggamannya. Tangan ayah Kira meremas kesal, seolah tak sabar untuk meluapkan amarahnya pada Adri. Sontak Adri pun menunjukan batang hidungnya di depan ayah Kira. mata aAdri menyipit heran. Penuh tanya. Apa yang membuat ayah Kira datang ke tempatnya malam-malam seperti ini. Resah mulai menjalari hatinya.
“Pak Handi? Ada apa malam-malam kesini?” silahkan masuk pak.” Dengan nada canggung yang terlontar dari mulut Adri, ia membalikan tubuhnya agar ayah Kira bisa masuk ke dalam.
“Hei Adri abis ngapain kamu sama anak saya? Mau ngapain kamu hah? Saya kan sudah bilang berkali-kali sama kamu, jangan pernah deketin Kira! apalagi berhubungan sama dia! Saya tidak mau anak saya punya hubungan sama kamu! Ngerti?!” guram ayah Kira yang melebarkan matanya sambil menunjuk wajah Adri yang sedang kebingungan mencerna maksud dari ayah Kira.
“Maaf .. maksudnya ap..” belum selesai kalimat yang ingin Adri sampaikan terpotong sudah oleh amarah ayah Kira.
“Halah sudahlah! Ini, ini saya kembalikan gelang yang kamu kasih untuk Kira!” Ayah Kira melemparkan gelang pemberian Adri untuk Kira tepat di dada Adri. ”Dengar yah Adri sebelum habis kesabaran saya, sekali lagi saya ingatkan kamu. Jangan pernah kamu dekati apalagi berhubunga dengan anak saya! Permisi.” Ayah Kira berlalu begitu saja tanpa memandang laki-laki dihadapannya. Namun Adri masih tetap dengan wajahnya yang heran.
Hati Adri mulai rapuh. Begitu sakitnya ketika ayah Kira melemparkan gelang cantik yang ia berikan untuk bidadari manisnya, Kira. Adri terjatuh duduk di kursi tepat di belakangnya. Memandangi gelang yang ia beli hasil kerja kerasnya. Hanya untuk Kira. hanya untuk membahagiakan gadis cantik yang ia cintai. Adri menghawatirkan Kira. Adri takut hal buruk akan terjadi pada kekasihnya. Dengan segera Adri mengambil handphonenya. Jemarinya mulai mencari deretan kontak yang terdaftar. Namun, jemarinya mendadak kaku, ketika mendapati nomor yang ia hubungi sedang tidak aktif. Khawatir mulai menjalari hati Adri. Cemas. Adri cemas akan keadaan Kira. ia amat ingin memeluk Kira di saat seperti ini. Adri tahu bahwa Kira sedang menangis. Adri paham bahwa Kira juga menghawatirkannya. Namun apa yang bisa Adri lakukan? Ayah Kira Nampak amat sangat membencinya. Amat muak melihatnya. Sesak di dada mulai menyiksa Adri. Hari yang begitu indah berakhir keji.
“Kira .. buka pintunya.” Suara berat yang menyentakan Kira dari tangisnya mulai terdengar di telinga Kira. dengan lengan yang masih bergetar Kira pun membukakan celah pintunya yang semula tertutup rapat.
“Papah sudah menemui Adri. Gelang pemberian darinya sudah papah kembalikan. Mulai hari ini jangan pernah kamu berhubungan dengan dia. Kamu tau papah gak suka kamu berhubungan sama dia. Kalo kamu melanggar omongan papah, papah gak akan segan untuk memindahkan sekolah kamu ke luar kota.”
Jantung Kira terasa musnah. Pikirannya mulai goyah. Perasaanya kacau. Apa yang telah terjadi pada Adri? Apa yang telah ayahnya katakan pada Adri? Apa yang harus ia lakukan sekarang tanpa Adri? Ribuan pertanyaan merasuki benaknya. Tak ada lagi yang bisa Kira katakan. Lemas menguasai jiwanya. Kira hanya bisa terdiam. Merenungi semua yang terjadi malam itu. malam dimana seharusnya semua itu berakhir sempurna.
Malam itu menjadi hari terakhir bagi mereka saling bersitatap. Malam terakhir untuk Kira memeluk Adri. Malam terakhir Adri menggenggam lembut jemari Kira. Malam terakhir bagi Kira mendengar lirih suara Adri. malam yang begitu buruk untuk mereka berdua. Malam dimana Kira harus melepas Adri jauh dari hidupnya. Malam yang amat menyakitkan. Malam yang tak ingin Kira alami. Sejak malam itu, Kira kesepian. Setiap malam menanti dering handphonenya berbunyi, berharap Adri yang ia cintai menanyakan kabarnya. Menghubunginya lagi. Menemani kesendiriannya. Namaun itu semua nampaknya mustahil. Restu sudah lenyap terbakar amarah ayah Kira. siapa yang salah dalam hubungan ini? Tak ada bukan? Tidak mungkin Kira memarahi ayahnya. Tidak mungkin pula Kira menyalahkan takdir yang terjadi. diam. Hanya itu yang bisa Kira lakukan. Air mata yang menjadi saksi bisu luka mereka.
“Papah .. biarin Kira milikin Adri .. Adri bisa jagain Kira. kira sayang Adri pah ..”
Lirih suara kira terisak sesak di dada. Hampir setiap malam ia mengucapkan kalimat itu. tak hanya sekedar kalimat. Tapi sebuah harapan besar untuk Kira kembali memeluk Adri. harapan yang ia iringi dengan tangis setiap malamnya. Malam yang ia jalani kini sangat berbeda dengan malam yang biasa ia lalui bersama Adri. Hambar. Sepi. Penuh tangis. Hari yang sangat ia dambakan dengan limpahan kebahagiaan berakhir dengan ironis. Hari ulang tahunnya menjadi hari yang begitu suram untuk Kira. entah sampai kapan penderitaannya berakhir. Entah sampai kapan kemustahilan ini bisa terkuak. Yang Kira tahu, bahwa rencana Tuhan lebih indah dari yang ia ketahui.
Continued ......